Rabu, 07 Juni 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR SETU BABAKAN


BAB IV

Usulan Penanganan Pelestarian di Setu Babakan

Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan, masa depan.Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU RI No. 11 Tahun 2010). Terdapat beberapa langkah dalam melestarikan Cagar Budaya yaitu:

1.        Pelestarian
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengertian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya. 

2.        Pengembangan
Pengembangan, dalam UU Cagar Budaya, adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Masyarakat atau komunitas dalam masyarakat dapat secara aktif bersama-sama dengan museum dapat terlibat dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari pelestarian.  Pada saat-saat tertentu, fungsi ini dapat dikembalikan seperti semula dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pelestarian. Demikian juga dalam soal Adaptasi, misalnya penambahan ruangan pada bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Unsur-unsur publikasi Cagar Budaya dapat dikembangkan oleh masyarakat atau komunitas masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik dapat menampilkan kegiatan-kegiatan promosi berupa pentas seni dan budaya.
Pengembangan kawasan setu babakan adalah pengembangan kawasan wisata budaya yang terletak di daerah sempadan danau. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011, disebutkan bahwa Garis sempadan danau adalah garis maya di kiri dan kanan danau yang ditetapkan sebagai batas perlindungan danau. Kemudian disebutkan, Garis sempadan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f ditentukan mengelilingi danau paparan banjir paling sedikit berjarak 50 m (lima puluh meter) dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.


3.        Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya (UU Cagar Budaya 2010). Dalam konteks pelestarian, pemanfaatan Cagar Budaya adalah mutlak karena merupakan muara dari pelestarian. Salah satu tujuan Cagar Budaya dilindungi dan dikembangkan ialah agar dapat dimanfaatkan. Pemanfaatannya dapat berupa sarana pembelajaran, pusat rekreasi seni dan budaya, tempat diskusi dan lain sebagainya. Pemanfaatan Cagar Budaya harus ditekankan pada elemen pendidikan karena pemahaman tentang pelestarian itu lebih efektif dilakukan dengan pendekatan pendidikan. Pemanfaatan lainnya dapat berupa kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan. Peran serta masyarakat dan komunitas turut andil besar dalam melestarikan kawasan Cagar Budaya.

Maka perancangan untuk pengembangan kawasan wisata budaya setu babakan harus berpedoman pada peraturan garis sempadan dan perencanaan lingkungan binaan kawasan yang terletak di sempadan danau. Untuk itu solusi yang diberikan antara lain adalah:
·         Mengosongkan lahan seluas 50m di sekeliling danau setu babakan sesuai GSD (Garis Sempadan Danau)
  • ·         Menjadikan GSD sebagai area resapan dan RTH (Ruang Terbuka Hijau)
  • ·         Merubah orientasi bangunan menjadi Waterfront Oriented
  • ·         Lahan diantara GSD dan bangunan dijadikan sirkulasi pedestrian
  • ·         Penghijauan kembali lahan GSD
  • Pada Kegiatan Konservasi yang dilakukan di Setu Babakan meliputi pengelolaan kawasan, dimana fokus usaha yang dilakukan meliputi penataan baik dari pengelolaan pengunjung, penataan bangunan hingga infrastruktur di dalamnya.

Di kawasan Setu Babakan ini memiliki luas area yang sangat besar, sehingga untuk lebih memudahkan area pengamatan dibagi menjadi 4 zona, yaitu ;


Zoning adalah suatu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi dan sekaligus mengatur peruntukan lahan, agar tidak terganggu oleh kepentingan lain yang terjadi disekitarnya, yang oleh Callcott (1989) disebutkan bahwa zonasi merupakan suatu cara atau teknik yang kuat dan fleksibel untuk mengontrol pemanfaatan lahan pada masa datang (Callcott,1989:38). Pernyataan yang dikemukaan oleh Callcott tersebut lebih di tekankan pada pengaturan dan pengontrolan pemanfaatan lahan untuk berbagai jenis kepentingan yang diatur secara bersama. Sementara dalam zonasi cagar budaya tujuan utamanya adalah menentukan wilayahsitus serta mengatur atau mengendalikan setiap kegiatan yang dapat dilakukan dalam setiap zona.Dengan demikian maka zonasi cagar budaya yang dimaksud dalam hal ini, memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding dengan pengertian yang dikemukakan oleh Callcott, namun memperlihatkan persaman antara satu dengan yang lainya, yaitu masing-masing mengacu pada kepentingan pengendalian dan pemanfaatan lahan agar dapat dipertahankan kelestarianya. Zoning sangat penting contohnya saja jika cagar budaya berada dalam kawasan kota, maka ancaman terbesarnya adalah aktifitas pembangunan kota yang tidak mengindahkan peraturan pelestarian cagar budaya. Oleh karena itu, penentuan strategi zoning harus bersifat aplikatif dan diupayakan dapat mengakomodir  berbagai kepentingan. Zonasi terhadap situs cagar budaya ini harus dilakukan dengan perspektif yang luas untuk dapat menetapkan suatu sistem penataan ruang yang bijak dengan tetap berpegang pada prinsip pelestarian tanpa merugikan pihak manapun. Hal ini menjadi signifikan mengingat cakupan zonasi cagar budaya biasanya meliputi sebuah wilayah yang cukup luas. Dengan demikian penentuan batas zona harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas.


Gambar 4.1

Gambar 4.2

Zona 1 ; yang saat ini sedang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pusat kebudayaan betawi, yang berisi pusat replika pemukiman rumah budaya betawi.
ada kawasan ini pelaksanaan pembangunan baru mencapai 20% dari total site yang akan terbangun karena kendalanya masih ada lahan yang belum terbebas.
Gambaran rancangan ini akan dibuatnya sebuah entrance atau pusat informasi kawasan budaya dengan pintu akses utama melalu jalan Moch. Kahfi II, terdapat pula sebuah wisma / penginapan bagi para pengunjung atau orang yang ingin belajar mengenai budaya bertawi lebih dalam. Untuk menunjang semuanya dan agar budaya betawi tidak punah maka akan di bangun sebuah bangunan sebagai tempat pelatihan seni budaya dan pusat pendidikan.


Gambar 4.3 Kesenian tari dan boneka budaya betawi



Zona 2 ; pada kawasan di zona 2 ini di rancang sebuah kawasan perkampungan budaya betawi yang kini sudah ada di zona 2 dan lebih di perbaiki dengan permukiman deret yang mengusung konsep rumah tradisional betawi agar lebih indah dan nnyaman bila berada di lingkungan situ babakan ini.
Gambar 4.4 Kawasan Zona 2

Pada zona 2 terdapat 3 kawasan yang berbeda dan saling menyatu satu sama lain yaitu :
1.      Warna hijau menunjukan kawasan perkampungan betawi yang kini sudah ada yang berfungsi sebagai tempat bersosial masyarakat kampung babakan dan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat sekitar, juga tempat mengadakan acara-acara seni betawi seperti lenong dll.

Gambar 4.5 pertunjukan lenong

Warna ungu menunjukan lokasi wisata kuliner yang menjadi satu dengan tempat pemancingan agar masyarakat sekitar tidak memancing di kawasan situ. Dan pada lokasi ini juga di baut taman bermain anak.
Warna merah menunjukan kawasan rumah / permukiman rumah deret dan memiliki kesamaan bentuk dengan mengusung konsep perumahan betawi modern. Dengan vie mengarah ke arah situ babakan.
Zona 3 : pada zona tiga ini saat ini terdapat sebuah pemancingan masyarakat dan rumah juga kios wisata kuliner masyarakat. Tidak berbeda jauh design pada zona 3 ini di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan kuliner dan kawasan perumahan deret betawi.
Zona 3 : pada zona tiga ini saat ini terdapat sebuah pemancingan masyarakat dan rumah juga kios wisata kuliner masyarakat. Tidak berbeda jauh design pada zona 3 ini di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan kuliner dan kawasan perumahan deret betawi.


Gambar 4.6  zonasi pada setu babakan

Zona 2 ini menggunakan konsep lebih kepada sistem sosial masyarakat sekitar dan agar pengunjung merasa dekat dengan masyarakat sekitar, pembagian kawasan meliputi ;
1.      Warna kuning menunjukan kawasan pemancingan dan kuliner di peruntukan bagi pengunjung juga lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
2.      Warna biru menunjukan kawasan taman yang berfugngsi sebagai tempat bersosialisasi masyarakat sekitar dan pengunjung juga adanya taman anak agar anak memiliki tempat sendiri untuk bermain.
3.      Warna hijau menunjukan perkampungan deret betawi yang menghadap ke arah view situ dan tidak menggunakan pagar agar lebih terlihat luas juga terbuka.
Zona 4 : seperti yang di sudah di rancang oleh pemerintah DKI Jakarta seperti di bawah ini,



Gambar 4.7 zona pada setu babakan

Kesimpulan
Tema di kawasan situ babakan sangat mendukung terciptanya suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang banyak pengunjung dan sebagai daya tarik agar membuat pengunjung untuk kembali lagi ke situ babakan.
 Untuk mengembangkan kawasan situ babakan perlu adanya musyawarah terbuka dengan masyarakat untuk meningkatkan kesan publik sesuai dengan fungsinya yaitu untuk publik siapapun dapat berkunjung.
 Pengembangan harus tetap memperhatikan lingkungan sekitar situ juga situ babakan itu sendiri.
kawasan Setu babakan harus di lindungi, di pelihara dan termasuk daerah yang harus di Konservasi. Karena menyimpan banyak potensi mulai dari potensi pariwisata, kebudayaan, arsitektur dan lainnya. Semakin banyak bangunan, kawasan yang di konservasi semakin baik karena menyimpan nilai kebudayaan yang sangat kental dan itu merupakan ciri khas atau identitas setiap daerah.
Konservasi bangunan namun tidak diiringi dengan antusiasme masyarakat lokal dalam menghidupkan kembali kawasan setu babakan merupakan tindakan besar namun tanpa hasil. Meramaikan kembali kawasan setu babakan yang ada merupakan salah satu tindakan pelestarian, ada banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan kekuatan media sosial dan media seperti billboard dalam mempromosikan setu babakan. Alternatif lainnya juga bisa dengan melakukan kegiatan seperti public event atau acara-acara yang menarik masyarakat luas.

Saran

Agar Cagar Budaya ini tetap hidup harus terus dipublikasikan baik media cetak maupun elektronik dan menarik banyak masyarakat dan komunitas untuk berkunjung dan melestarikannya, salah satunya dengan lebih banyak menggelar kesenian – kesenian dan event khas Betawi yang diolah agar menarik khususnya untuk generasi muda dan menjadikannya pusat rekreasi seni, wisata dan edukasi. Rumah Tradisional Betawi harus tetap mempertahankan elemen-elemen arsitektur khasnya seperti balaksuji, lisplang gigi balang, dan lainnya. Cagar Budaya Betawi seperti ini harus banyak dikembangkan di kawasan – kawasan lain.
Disamping itu perlu diperketat peraturan dan pengawasan zoning lahan, agar pembangunan kota di sekitar kawasan tidak berbenturan dan merusak tatanan Cagar Budaya.


dalam proses perancangan konservasi pada setu babakan pengelola lingkungan sangatdi butuhkan setelah proses perancangan.
Untuk meningkatkan daya tarik pengunjung dapat dilakukan dengan cara mengadakan acara-acara tradisional atau modern secara berkala. dan melakukan event ataupun acara setiap yang di selenggrakan oleh komunitas yang ada di sekitarkawsan setu babakan maupun dari luar.

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar