Usulan Penanganan Pelestarian di Setu Babakan
Konservasi adalah upaya
pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di
peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen
lingkungan untuk pemanfaatan, masa depan.Cagar Budaya adalah warisan budaya
bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di
air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan (UU RI No. 11 Tahun 2010). Terdapat beberapa langkah dalam
melestarikan Cagar Budaya yaitu:
1. Pelestarian
Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengertian Pelestarian
adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya
dengan cara melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya.
2. Pengembangan
Pengembangan, dalam UU Cagar
Budaya, adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya
serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara
berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Masyarakat
atau komunitas dalam masyarakat dapat secara aktif bersama-sama dengan museum
dapat terlibat dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari pelestarian. Pada
saat-saat tertentu, fungsi ini dapat dikembalikan seperti semula dengan tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai pelestarian. Demikian juga dalam soal Adaptasi,
misalnya penambahan ruangan pada bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Unsur-unsur publikasi Cagar Budaya dapat dikembangkan oleh masyarakat atau
komunitas masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik
dapat menampilkan kegiatan-kegiatan promosi berupa pentas seni dan budaya.
Pengembangan kawasan setu babakan
adalah pengembangan kawasan wisata budaya yang terletak di daerah sempadan
danau. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011,
disebutkan bahwa Garis sempadan danau adalah garis maya di kiri dan kanan danau
yang ditetapkan sebagai batas perlindungan danau. Kemudian disebutkan, Garis
sempadan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf
f ditentukan mengelilingi danau paparan banjir paling sedikit berjarak 50 m
(lima puluh meter) dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
3. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan
Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan
tetap mempertahankan kelestariannya (UU Cagar Budaya 2010). Dalam konteks pelestarian,
pemanfaatan Cagar Budaya adalah mutlak karena merupakan muara dari pelestarian.
Salah satu tujuan Cagar Budaya dilindungi dan dikembangkan ialah agar dapat
dimanfaatkan. Pemanfaatannya dapat berupa sarana pembelajaran, pusat
rekreasi seni dan budaya, tempat diskusi dan lain sebagainya. Pemanfaatan Cagar
Budaya harus ditekankan pada elemen pendidikan karena pemahaman tentang
pelestarian itu lebih efektif dilakukan dengan pendekatan pendidikan.
Pemanfaatan lainnya dapat berupa kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi,
pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan. Peran serta masyarakat dan
komunitas turut andil besar dalam melestarikan kawasan Cagar Budaya.
Maka perancangan untuk
pengembangan kawasan wisata budaya setu babakan harus berpedoman pada peraturan
garis sempadan dan perencanaan lingkungan binaan kawasan yang terletak di
sempadan danau. Untuk itu solusi yang diberikan antara lain adalah:
·
Mengosongkan lahan seluas 50m di sekeliling
danau setu babakan sesuai GSD (Garis Sempadan Danau)
- · Menjadikan GSD sebagai area resapan dan RTH (Ruang Terbuka Hijau)
- · Merubah orientasi bangunan menjadi Waterfront Oriented
- · Lahan diantara GSD dan bangunan dijadikan sirkulasi pedestrian
- · Penghijauan kembali lahan GSD
- Pada Kegiatan Konservasi yang dilakukan di Setu Babakan meliputi pengelolaan kawasan, dimana fokus usaha yang dilakukan meliputi penataan baik dari pengelolaan pengunjung, penataan bangunan hingga infrastruktur di dalamnya.
Di kawasan Setu Babakan ini
memiliki luas area yang sangat besar, sehingga untuk lebih memudahkan area
pengamatan dibagi menjadi 4 zona, yaitu ;
Zoning adalah suatu upaya yang
dapat dilakukan untuk melindungi dan sekaligus mengatur peruntukan lahan, agar
tidak terganggu oleh kepentingan lain yang terjadi disekitarnya, yang oleh
Callcott (1989) disebutkan bahwa zonasi merupakan suatu cara atau
teknik yang kuat dan fleksibel untuk mengontrol pemanfaatan lahan pada
masa datang (Callcott,1989:38). Pernyataan yang dikemukaan oleh Callcott
tersebut lebih di tekankan pada pengaturan dan pengontrolan pemanfaatan lahan
untuk berbagai jenis kepentingan yang diatur secara bersama. Sementara dalam
zonasi cagar budaya tujuan utamanya adalah menentukan wilayahsitus serta
mengatur atau mengendalikan setiap kegiatan yang dapat dilakukan dalam setiap
zona.Dengan demikian maka zonasi cagar budaya yang dimaksud dalam hal ini,
memiliki cakupan yang lebih sempit dibanding dengan pengertian yang dikemukakan
oleh Callcott, namun memperlihatkan persaman antara satu dengan yang lainya,
yaitu masing-masing mengacu pada kepentingan pengendalian dan pemanfaatan lahan
agar dapat dipertahankan kelestarianya. Zoning sangat penting contohnya saja
jika cagar budaya berada dalam kawasan kota, maka ancaman terbesarnya adalah
aktifitas pembangunan kota yang tidak mengindahkan peraturan pelestarian
cagar budaya. Oleh karena itu, penentuan strategi zoning harus bersifat aplikatif
dan diupayakan dapat mengakomodir berbagai kepentingan. Zonasi
terhadap situs cagar budaya ini harus dilakukan dengan perspektif yang luas
untuk dapat menetapkan suatu sistem penataan ruang yang bijak dengan tetap
berpegang pada prinsip pelestarian tanpa merugikan pihak manapun. Hal ini
menjadi signifikan mengingat cakupan zonasi cagar budaya biasanya meliputi
sebuah wilayah yang cukup luas. Dengan demikian penentuan batas zona harus
mempertimbangkan kepentingan masyarakat secara luas.
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Zona 1 ; yang saat ini sedang dilaksanakan oleh pemerintah
sebagai pusat kebudayaan betawi, yang berisi pusat replika pemukiman rumah
budaya betawi.
ada kawasan ini pelaksanaan
pembangunan baru mencapai 20% dari total site yang akan terbangun karena
kendalanya masih ada lahan yang belum terbebas.
Gambaran rancangan ini akan
dibuatnya sebuah entrance atau pusat informasi kawasan budaya dengan pintu akses
utama melalu jalan Moch. Kahfi II, terdapat pula sebuah wisma / penginapan bagi
para pengunjung atau orang yang ingin belajar mengenai budaya bertawi lebih
dalam. Untuk menunjang semuanya dan agar budaya betawi tidak punah maka akan di
bangun sebuah bangunan sebagai tempat pelatihan seni budaya dan pusat
pendidikan.
Gambar 4.3 Kesenian tari dan boneka budaya betawi
Zona 2 ; pada kawasan di zona 2 ini di rancang sebuah kawasan
perkampungan budaya betawi yang kini sudah ada di zona 2 dan lebih di perbaiki
dengan permukiman deret yang mengusung konsep rumah tradisional betawi agar
lebih indah dan nnyaman bila berada di lingkungan situ babakan ini.
Gambar 4.4 Kawasan Zona 2
Pada zona 2 terdapat 3 kawasan yang berbeda dan saling
menyatu satu sama lain yaitu :
1. Warna hijau menunjukan
kawasan perkampungan betawi yang kini sudah ada yang berfungsi sebagai tempat
bersosial masyarakat kampung babakan dan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat
sekitar, juga tempat mengadakan acara-acara seni betawi seperti lenong dll.
Gambar 4.5 pertunjukan lenong
Warna ungu menunjukan lokasi wisata kuliner yang menjadi satu
dengan tempat pemancingan agar masyarakat sekitar tidak memancing di kawasan
situ. Dan pada lokasi ini juga di baut taman bermain anak.
Warna merah menunjukan kawasan rumah / permukiman rumah deret
dan memiliki kesamaan bentuk dengan mengusung konsep perumahan betawi modern.
Dengan vie mengarah ke arah situ babakan.
Zona 3 : pada zona tiga ini saat ini terdapat sebuah
pemancingan masyarakat dan rumah juga kios wisata kuliner masyarakat. Tidak berbeda
jauh design pada zona 3 ini di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan kuliner dan
kawasan perumahan deret betawi.
Zona 3 : pada zona tiga ini saat ini terdapat sebuah
pemancingan masyarakat dan rumah juga kios wisata kuliner masyarakat. Tidak
berbeda jauh design pada zona 3 ini di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan
kuliner dan kawasan perumahan deret betawi.
Gambar 4.6 zonasi pada setu babakan
Zona 2 ini menggunakan konsep lebih kepada sistem sosial
masyarakat sekitar dan agar pengunjung merasa dekat dengan masyarakat sekitar,
pembagian kawasan meliputi ;
1. Warna kuning menunjukan
kawasan pemancingan dan kuliner di peruntukan bagi pengunjung juga lapangan
pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
2. Warna biru menunjukan
kawasan taman yang berfugngsi sebagai tempat bersosialisasi masyarakat sekitar
dan pengunjung juga adanya taman anak agar anak memiliki tempat sendiri untuk
bermain.
3. Warna hijau menunjukan
perkampungan deret betawi yang menghadap ke arah view situ dan tidak
menggunakan pagar agar lebih terlihat luas juga terbuka.
Zona 4 : seperti yang di sudah di rancang oleh pemerintah DKI
Jakarta seperti di bawah ini,
Gambar 4.7 zona pada setu babakan
Kesimpulan
Tema di kawasan situ babakan sangat mendukung terciptanya suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang banyak pengunjung dan sebagai daya tarik agar membuat pengunjung untuk kembali lagi ke situ babakan.
Untuk mengembangkan kawasan situ babakan perlu adanya musyawarah terbuka dengan masyarakat untuk meningkatkan kesan publik sesuai dengan fungsinya yaitu untuk publik siapapun dapat berkunjung.
Pengembangan harus tetap memperhatikan lingkungan sekitar situ juga situ babakan itu sendiri.
kawasan Setu babakan harus
di lindungi, di pelihara dan termasuk daerah yang harus di Konservasi. Karena
menyimpan banyak potensi mulai dari potensi pariwisata, kebudayaan, arsitektur
dan lainnya. Semakin banyak bangunan, kawasan yang di konservasi semakin baik
karena menyimpan nilai kebudayaan yang sangat kental dan itu merupakan ciri
khas atau identitas setiap daerah.
Konservasi bangunan namun tidak
diiringi dengan antusiasme masyarakat lokal dalam menghidupkan kembali kawasan
setu babakan merupakan tindakan besar namun tanpa hasil. Meramaikan kembali
kawasan setu babakan yang ada merupakan salah satu tindakan pelestarian, ada
banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan kekuatan media sosial dan
media seperti billboard dalam mempromosikan setu babakan. Alternatif
lainnya juga bisa dengan melakukan kegiatan seperti public event atau
acara-acara yang menarik masyarakat luas.
Saran
Agar Cagar Budaya ini tetap hidup harus terus dipublikasikan baik
media cetak maupun elektronik dan menarik banyak masyarakat dan
komunitas untuk berkunjung dan melestarikannya, salah satunya dengan
lebih banyak menggelar kesenian – kesenian dan event khas Betawi yang
diolah agar menarik khususnya untuk generasi muda dan menjadikannya
pusat rekreasi seni, wisata dan edukasi. Rumah Tradisional Betawi harus
tetap mempertahankan elemen-elemen arsitektur khasnya seperti balaksuji,
lisplang gigi balang, dan lainnya. Cagar Budaya Betawi seperti ini
harus banyak dikembangkan di kawasan – kawasan lain.
Disamping itu perlu diperketat peraturan dan pengawasan zoning lahan, agar pembangunan kota di sekitar kawasan tidak berbenturan dan merusak tatanan Cagar Budaya.
Disamping itu perlu diperketat peraturan dan pengawasan zoning lahan, agar pembangunan kota di sekitar kawasan tidak berbenturan dan merusak tatanan Cagar Budaya.
dalam
proses perancangan konservasi pada setu babakan pengelola lingkungan sangatdi
butuhkan setelah proses perancangan.
Untuk
meningkatkan daya tarik pengunjung dapat dilakukan dengan cara mengadakan
acara-acara tradisional atau modern secara berkala. dan melakukan event ataupun
acara setiap yang di selenggrakan oleh komunitas yang ada di sekitarkawsan setu
babakan maupun dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar